Seperti biasa, sore ini sang jagoan bermain bersama teman2nya. Saat dia pulang, dia selalu menceritakan dengan antusias tentang bermainnya hari itu. Saya selalu menyediakan minuman dingin di meja untuk menyambut kedatangannya. Kadang es teh, jus buah dan kadang juga ditambah camilan sebagai teman minumnya. Tiap kali pulang bermain, sebisa mungkin kami sambut seperti dia baru pulang berjuang, ada minuman favoritnya dan snack seadanya. Biasanya dia langsung bercerita dengan antusias tentang apa yang dilakukannya tadi.
Bermacam2 cerita menarik yang dia ceritakan, dari cerita tentang dia bermain sepak bola dengan teman2nya. Tahu2 ada temannya yang baru datang dan ingin main sepak bola juga, padahal jumlah pemainnya sudah pas. Karena tidak ada satu orang pun anak yang mau mengalah keluar, akhirnya sang jagoan lah yang diminta keluar oleh teman2nya. Dan dia dengan legowo mau keluar. Kata teman2nya, “Titan, metu dhilit”. Bahasa khas Semarangan. Kejam si memang kalau di dengar ceritanya. Tapi saya berusaha mengulik apa yang bisa dia artikan dari kejadian itu. Yang untuk umumnya (mungkin bagi saya sendiri) orang pasti sudah marah, nangis, atau tidak terima diperlakukan seperti itu. Tapi saat saya menanyakan padanya apa yang dia rasakan saat itu, apakah dia merasa sedih. Dia malah bercerita kalau dia tetap senang, walaupun tidak diijinkan main sepak bola, tapi kan tetap bisa mainan yang lain dengan teman yang lain juga. Yang penting bisa main sudah senang katanya. Luar bisa memang, anak kecil benar2 tulus tanpa emosi negatif sedikitpun. Lagi2 saya harus banyak belajar dari seorang anak kecil.