20 Maret 2019
Terima, maafkan dan lupakan….
Itu nasehat dari suamiku hari ini untuk menghadapi kegalauan istrinya sejak kemaren. Tidak mudah memang bagi emak2 seperti saya ini untuk menghadapi masalah dengan kepala jernih, dan no baper baperan. Saat orang yang kita sayangi tetiba marah dan menyalahkan tanpa alasan yang jelas. Masih ada rasa hati untuk sekedar membela diri dan mengatakan bahwa semua tuduhannya itu tidak benar. Tidak ada maksud sedikitpun dari kami dengan sengaja menyakiti orang lain, apalagi kepada orang2 yang kami sayangi. Kalaupun itu semua terjadi, pastilah kata2 yang dianggap pedas dan menyakitkan itu keluar dengan sendirinya tanpa bermaksud menyindir, menyinggung apalagi menyakiti.
Saya rasa, di sinilah peran pasangan, suami di setiap masalah yang kita hadapi. Beliau bisa memandang dari sisi lain, memberi pendapat sebagai orang waras dan meluruskan cara berpikir istrinya agar kembali menjaga niat dalam hati. Tidak gentar menghadapi cacian, makian dan tuduhan, tidak memperlambat langkah, apalagi menghentikannya dalam proses pembelajaran yang sedang kami jalani untuk menjadi manusia yang lebih baik.
Sedih rasanya, galau hati di saat apa yang kita pelajari dengan tertatih2, diwarnai dengan air mata, malah dianggap menjauhkan kami dari orang2 yang kami cintai, tetiba menjadikan kami orang asing, aneh, sok suci, lebay dan sederet predikat lainnya. Yach… tapi itu semua berusaha saya terima sebagai tambahan proses belajar yang tidak ada hentinya sampai ajal menjemput. Bisa jadi ini tebusan karena dulu tidak pernah belajar tentang hidup dengan sungguh2.
Maka terima bila disakiti orang lain berdamailah dengan diri kita sendiri, janganlah membela diri apalagi menyerang balik; kemudian maafkan kesalahan orang tersebut tanpa menunggu permintaan maaf darinya; dan segera lupakan, tetap luruskan niat, jaga hati, tetap berusaha menjadi orang baik. Dan waktu akan membuktikan sendiri, yang baik tetaplah baik walaupun prosesnya tidak mudah dan keburukan walaupun ditutup serapat apapun akan terlihat juga.
Sejak menjadi seorang istri, apalagi menjadi ibu dan memutuskan membersamai sang jagoan kami dengan penuh, banyak sekali pelajaran yang memaksa saya benar2 ikut belajar di dalamnya. Luar biasa rasanya….
Dulu saya kira menjadi istri dan ibu, hanya selesai dengan memenuhi kebutuhan yang terlihat saja. Tapi saat kami memutuskan untuk full membersamainya, hal2 yang tak terlihat ternyata membutuhkan tenaga dan pikiran ekstra. Benar2 untuk menjadikan anak yang hebat, orang tuanya lah yang harus belajar hebat terlehih dulu.
Semoga ini semua menjadikan kami lebih baik, lebih kuat dan lebih kompak. Tetap selalu menjaga niat dan menjaga hati tetap lurus.