BERANILAH MANDIRI NAK. Sebuah Kisah Membersamainya, tangis tawa dan amarah

BERANILAH MANDIRI NAK. Sebuah Kisah Membersamainya, tangis tawa dan amarah

Pada saat diam tak melakukan apa apa, terkadang topik pembicaraan kami berdua, tak jauh dari apa yang akan dilakukan kelak oleh sang jagoan saat tidak lagj bersama kami. Akankah dia bisa hidup sebagai pribadi yang bermanfaat bagi sesama, bermanfaat bagi banyak orang di sekitarnya. Sebuah tanya normal bagi kami sebagai orang tuanya.

MANDIRI.

Sebuah kata yang menggambarkan kondisi seseorang yang dianggap bisa mencukupi kebutuhan dasar hidupnya, tanpa bergantung pada orang lain ataupun pihak lain. Cukuplah dia seorang sudah cukup dalam menjalani dan memenuhi atau mencukupi kebutuhan kebutuhan dasarnya.
Bagi kami yang saat ini konsen di pendidikan anak dan kepengasuhan, kata ini merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan atau capaian dari hasil pendidikan yang kami lakukan terhadap sang jagoan. Maka, mandiri atau tidak adalah pengukurnya.

Seringkali kami sampaikan kepada sang jagoan, bahwa kami tidak akan selalu ada di sampingnya. Kami tidak akan selamanya ada di sampingnya. Maka belajarlah mandiri, cukupi kebutuhanmu sendiri, belajarlah tanpa kami, berlatihlah tanpa kami, dan sekian banyak nasehat nasehat yang kami sampaikan tak lebih dan tak bukan, hanya untuk menuju proses pemandirian baginya.

RESPON SANG JAGOAN

Jika ada yang penasaran dengan respon dan jawaban sang jagoan dengan nasehat nasehat kami tentang kemandirian, maka beberapa lucu, beberapa menyebalkan, beberapa mengharukan dan beberapa membuat kami sedih dan tak ingin mengulang kalimat itu lagi. Ya…. kamipun juga masih taraf belajar. Belajar jadi orangtua nya dengan baik.

Hal Yang Lucu.
Saat kami melatihkan kemandirian pada sang jagoan, dengan skenario penghentian nasehat, marah dan hukuman baginya saat melakukan pelanggaran kesepakatan atau aturan rumah, dan itu akan dimulai saat beliau usianya mulai 14 tahun, sudah “baligh” kami menyebutnya Jawabnya sederhana dan mengundang kami berdua mendadak tertawa, “wah kalo udah baligh gak lagi dimarah marahi, gak lagi dibilang bilangi, mending adik pilih gak usah baligh (gak usia 14 tahun) aja. Masih mending jadi anak kecil, masih dibilang bilangin. Klo udah gede cuman didiemin aja. Gak enak”, kata sang jagoan. Sontak kami menjawab, emang ada orang seneng dimarahi, emang suka klo dimarah marahi?… diapun tersenyum.

Hal Yang Menyebalkan.
Ada juga kondisi yang membuat kami sebal dengannya. Saat dia berkali kali menggoda kami dengan melakukan pelanggaran pelanggaran kesepakatan bersama. Mulai dari telat masuk rumah, telat pulang saat main, pura pura lupa membereskan mainan hingga sengaja merapel sholat sholatnya. Dengan penuh sebal dan bumbu jengkel, saya sering kali sampaikan… saat kami sudah gak bisa dibilangi papa mama, yaaa wess… baligh nya maju saja. Mulai hari ini. Urusin semua salah waktu sholat sholatmu langsung dengan Allah sendiri, jangan bawa bawa papa mama. Jelasin alasan alasanmu langsung sama Allah. Biar Allah sendiri yang menilai. Walau kamipun dalam hati sedikit tertawa, emang bisa baligh dimajukan. !?!?

Hal Yang Mengharukan #1.
Sang Jagoan kami fasilitasi uang saku perminggu, biar sama dengan temen temen nya yang sekolah. Yaitu setiap hari jumat kami beri dia 2000, sebagai uang saku. Selain itu setiap tanggal 21, tanggal kelahirannya, tiap bulannya kami beri 3500 sebagai kompensasi tak lagi minta dibelikan permen yuppy saat tanggal lahirnya. Uang uang ini, 2000, 3500 ditambah dengan uang hasil kerjanya sama mamanya, seperti setrika, cuci piring dan bantu bantu mamanya, dan ditambah uang hasil kerja dengan saya sebagai fotografer outbound, atau crew outbound saya disimpan ditempat khusus, diberi nama “uang adek”. Dimana kesepakatan kami, hanya dengan uang ini sajalah beliau bisa beli mainan dan jajanan. Selain uang ini. TIDAK BOLEH.
Maka dengan perolehan yang cuman 2000, terkadang 3500, masih dipotong pula dengan zakat yang harus beliau sisihkan setiap menerima uangnya, untuk dimasukkan dalam masjid, sebagai kewajiban seorang muslim. Maka sering kali uang uang ini dalam bentuk pecahan pecahan kecil, seperti 100, 200, 500, 1000, 2000, 5000 rupiah. Kebiasaan sang jagoan adalah menukarkan uang uang receh itu dengan pecahan yang lebih besar kepada kami, papa mamanya.
5 lembar uang 2000 rupiah minta ditukar dengan uang pecahan 10.000 satu lembar. 10 lembar 1000 dengan 1 lembar 10.000, atau pernah uang receh 500an 4 keping minta ditukar dengan 2000. Saat saat itu kami seperti ingin menangis. Tega bener kami dengan anak. Uang sekecil itu kami tega menukarnya. Bukannya memberikannya langsung saja. Kenapa harus ditukar, khan cuman 2000 rupiah. Awal awal kami mengalami ini, berat hati ini, air mata sudah ngumpul di pelupuk mata, tinggal jatuhnya saja. Bahkan setiap ingat saat saat ini, masih saja saya menangis. Seperti saat saya ketik ini. Kejem banget saya sama anak sendiri.
Tapi jauh dalam hati saya, dan semoga sang jagoanpun kelak akan paham, bahwa semua ini hanyalah pendidikan, dan hanyalah pembiasaan untuknya, untuk jadi lebih baik dan jauh lebih baik dari kami, orangtuanya. Aamiin.

Hal Yang Mengharukan #2.
Pernah suatu saat sang jagoan ngomong sama saya langsung, “papa, adik itu sebenere mau kerja, dan bisa kerja apa saja. Tapi yang adik nggak bisa dan tetap gak bisa ngebayangin itu, bagaimana cara adik nyari kerjanya. Bagaimana caranya biar dapet kerja, bagaimana caranya biar orang mau adik kerja sama dia. ITU YANG ADIK GAK BISA. MAKA TOLONG BESOK, SAAT ADIK BALIGH, ADIK DIBANTU DICARIIN KERJA”
Saat ngobrol itu, wajah saya tetap tersenyum, dan tertawa. Menjawab dengan santai… gampang itu. Nanti papa bantu. Tapi sebenernya, hati ini tetap menangis. Saat saya ngetik inipun saya gak bisa membendung air mata. Saya nangis, bener bener ngerasa apakah saya setega itu padanya. Hingga dia lama banget mikir, hingga mendapat tempat dan porsi prioritas untuk dipikirkan solusinya, bagaimana dia hidup saat baligh kelak.

Hal Yang mengharukan #3
Selain uang hasil kerjanya sendiri, sang jagoan punya tabungan. Berupa celengan kura kura. Yang itu diisi dari uang uang hasil angpao atau pemberian dari siapapun yang diterimanya. Uang ini gak mau dia belanjakan untuk apapun, bahkan beli mainan aja dia gak mau klo pake uang ini. Seringkali beliau cerita, pengen beli mainan ini itu yang harganya sampai jutaan. Kami jawab saya… ya udah pecahin aja kura kuramu itu. Pasti cukup dan lebih lebih joka dibuat beli mainan itu. Tapi serta merta beliau bilang, “NGGAK, NGGAK MAU, JANGAN”.
Kamipun mencoba mengerti, mungkin beliau sayang dengan celengannya, atau sayang banget dengan uang uangnya, hingga suatu saat kami tidak sengaja bertanya. “Klo gak dibuat beli mainan, emang uang dalam kura kura itu buat apa?” Beliau menjawab, “uang itu buat adik besok klo sudah baligh. Uang itu buat adik beli makan, buat adik hidup, jika adik baligh masih belum dapet kerja. Klo nggak kerja, darimana adik dapet uang buat makan, ya pake uang itu, adik pecahin kura kuranya, adik irit irit buat beli makan, sampai adik dapet kerja”
Mendengar jawaban itu, pikir kamipun melayang. Gak lah nak, kami akan tetap merawatmu dan mengantarkanmu hingga bisa mandiri, gak akan kami biarkan dirimu hidup sesulit itu nak. Tapi sadarlah, ini adalah mau kami, tapi Allahlah yang menentukan, maka belajarlah tanpa kami, mandirilah nak.!!!

Hal Yang Menyedihkan
Belajar dan hidup di Jerman atau Eropa adalah impian sang jagoan sejak kecil. Maka kami selalu memelihara hal itu, sambil meyakinkan beliau bahwa, kami hanyalah manusia biasa yang hanya bisa berusaha dan berdoa, penentunya adalah ALLAH, maka mintalah kepadanya, biar kamu diantarNya ke Jerman atau negara negara lain manapun, impianmu. Karena semua itu yang punya adalah ALLAH, dan Dia pula lah yang mengatur semuanya. Maka mintalah langsung sama yang punya.
Suatu saat, kami bertiga ngobrol santai, tentang hidup dan belajar di jerman, disana nanti sendiri, sang jagoan akan mengajak kami hidup di sana, beliau berencana akan membelikan kami rumah di jerman agar dekat dengannya kelak. Klopun belum mampu beli rumah, beliau berencana akan menyewakan kami kamar hotel untuk tinggal, agar setiap sore malam dan pagi sebelum beliau kerja masih bisa bercanda bersama. Bertiga. Dan cerita cerita rencana rencana beliau klo di jerman kelak.
Hingga tiba saat kami bertanya, “dik, semisal papa mama nganterin adik di bandara, untuk berangkat ke jerman, terus papa mama nangis piye ?”, seketika, tanpa pikir panjang, dia menjawab. “KALO PAPA MAMA NANGIS, ADIK GAK JADI BERANGKAT KE JERMAN, ADIK AKAN TINGGAL DI INDONESIA SAJA SAMA MAMA PAPA, GAK MAU KE JERMAN. BIAR ADIK SELALU BISA SAMA MAMA PAPA, GAK KE JERMAN GAKPAPA YANG PENTING BISA BARENG MAMA PAPA” seketika kami terperangah, hati kami seperti tercambuk, jantung terasa berhenti, antara bangga dengan jawabnya, atau sesal kenapa bertanya hal itu, karena kami sadar, bisa jadi kamilah batu sandungan baginya, atau kami dan tangis tangis kamilah penghalang beliaunya untuk melaju menggapai mimpinya.
Gak, nak papa mama siap melepasmu kemanapun kamu melangkah selama itu baik dan Allah ridho. Papa mama akan ikhlas melepasmu, dan berusaha sekuat tenaga untuk menyusulmu kemanapun kamu pergi, di dunia ini. Bukan untuk menggangumu, tapi untuk selalu membuatmu merasa dekat dengan kami, karena kami alan selalu berusaha mendekatimu.
Sejak itu, saya dan bu bozz, komit, gak akan tanya hal itu lagi. Sampai kapanpun. Semoga kami bisa mendukung apapun yang dicita citakan sang jagoan. Aamiin

BERANILAH NAK, gapai cita citapun itu,
ALLAH selalu bersamamu,
Papa Mama selalu ada untukmu,
Bukan dekat atau jauh,
Tapi A D A.

Semoga bermanfaat,

Salam hangat dari kami.

Meteseh 27 Oktober 2019. 23.00.WIB

Best Regards,

Dutria BAYU Adi
A Professional Student @TrainingSemarang.Com
BF Institute Training Center Semarang
Public, Inhouse and Outbound Training Provider
www.trainingsemarang.com

Sumber Artikel
Author: Dutria Bayu Adi / Dutria Bayu Adi