BAGAIMANA CARA MENGAJARI ANAK MEMBACA – Sekisah Cerita Sore Hari
“Kok hebat bener tuch anak, hanya beberapa waktu gak ketemu tahu tahu sudan bisa baca !. Bagaimana belajarnya?”
“Bunda, kok bisa sich, anaknya bisa lancar baca dan suka banget sama buku, gimana ngajarinnya?”
“Les dimana, umur segitu kok lancar banget bacanya? Mau donk dikasih kontaknya. Anakku mau tak leskan di sana juga, biar pinter dan suka baca.”
Dan sekian tanya tanya lain.
……..
Ayah Bunda, tentu adalah dambaan kita semua, bisa mempunyai anak yang suka membaca. Bukan hanya bisa dan lancar membaca, tapi juga menyukai membaca. Ya SUKA. Tentu berbeda dengan hanya BISA.
Di era yang serba digital seperti hari ini, aktivitas membaca buku sudah banyak dianggap sebagai aktivitas yang “jadul”. “Era kakek nenek”, sebut mereka mereka para milenial dan super milenial, yang sedari lahir mereka akrab dengan smartphone dan internet yang canggih.
Di sisi lain, masih banyak pula orang tua yang mendambakan anak mereka suka membaca “buku”. Ya, buku beneran, (red: buku fisik = kertas berlembar lembar, tercetak kata kata, frase dan kalimat, diikat, dilem atau dijilid jadi satu bendel, bersampul kertas tebal yang tak jarang bergambar menarik).
Hari ini definisi buku tak lagi sederhana. Dengan lahirnya teknologi smartphone, filetype pdf, dan sekian buku buku berformat pdf bertebaran di internet, menjadikan buku tidak melulu suatu barang seperti definisi di paragraf sebelumnya. Tetapi buku juga diartikan sama seperti halnya aplikasi aplikasi handphone. Cukup nyalakan smartphone, maka para milenial sudah dan telah membawa “buku buku” mereka, tak lagi terlihat jilidan kertas kertas, tak lagi terlihat tebal tipisnya sang buku. Tapi mereka tetap sama, terlihat teks, kata kata, frase dan kalimat kalimat. Persis sama seperti saat kita melihat halaman buku konvensional (red: buku kertas). Jadi diakui atau tidak, itulah yg ada. Buku jaman mereka (milenial) berbeda dengam jaman kita.
Lantas, mengapa masih saja banyak orang tua yang galau dengan anak mereka yang tidak lagi menyukai buku fisik. Jawabnya mudah, karena mereka beda jaman. Bukan jaman lahir mereka ( orangtua vs anak) yang dimaksudkan, tetapi berbeda jaman dari sisi pola pikirnya. Sang anak berpola pikir dan hidup di jaman milenial dg canggihnya sistem informasinya, sedangkan sang orangtua masih keukeuh dengan pola pikir saat mereka dibesarkan dahulu.
Dengan adanya teknologi yang tidak mungkin dilawan. Maka lebih baik kita bersahabat dengannya. Sesuaikan frekuensi kita dengan era hari ini. Perlunak definisi membaca buku, dengan definisi baru, “tidak harus buku fisik”. Karena pada hakikatnya, baca buku pdf format tetaplah sama dengan baca buku kertas, hanya berbeda dari sisi “tampaknya”. Membaca buku kertas, seketika orang melihat, seketika dilabeli, “si kutu buku”. Berbeda dengan membaca buku pdf, sedari kejauhan apabila ada orang serius dengan smartphonenya, saat itumpula dituduh “main games”, “lihat youtube” atau “socmed an”. Ya, tidak dapat ditolak, karena sekian aktifvitas tersebut mungkin dilakukan dengan handphone pintar hari ini. Maka jika kita golongan pemuja “tampaknya” alias ahli pencitraan tentu baca buku di hp tidak lah tetap. Karena tidak “tampak” keren. Tapi…….. apakah kita pengen anak kita baca biar “tampak” keren ?!?!?. Atau biar mereka bertambah pengetahuannya? Jika pengetahuan dan wawasan tujuannya, maka tidak harus “tampak keren” khan ?!?!?.
What’s the really matters.
Yang pertama.
Yang terpenting adalah kecintaan anak pada membaca. Jikalah seperti putra kami harus melalui sekian kertas kertas bergambar berjilid straples, bisa mengantarkan beliau suka memembaca, mengapa tidak.
Adapun jika putra putri ayah bunda ada yg suka baca melalui aplikasi aplikasi smartphone, mengapa tidak. Karena hari ini pintu akses info dan pengetahuan sangat beragam.
Yang kedua penting adalah
Teladan. Sering banget kami bertemu dengan emak emak kepo yang bertanya tetang kegemaran sang jagoan membaca buku. Seketika kami menjawab, karena kami MEMAKSAKAN DIRI UNTUK CINTA MEMBACA DAN CINTA BUKU. Dan biarlah sang jagoan paham dengan melihat apa yang kami lakukan sebagai contohnya. Ayah bunda suka baca, maka anak akan ngikut. Ayah bunda suka hape nan, anak akan adopsi.
Seperti kata guru kami, Bunda Septi Peni Wulandani. Beliau berkata ” bisa jadi anak salah mengerti dan salah memahami apa yang kita ajarkan melalu omongan. Tapi ANAK TIDAK PERNAH SALAH MENG COPY APA YANG DIA LIHAT.”
Yang terakhir terpenting,
Terimakasih sudah baca. Dan anda membuktikan bahwa baca gak harus di buku fisik. Ya khan……
Terimakasih…
Sukses selalu ya.
Best Regards,
Dutria BAYU Adi
A Professional Student @TrainingSemarang.Com
BF Institute Training Center Semarang
Public, Inhouse and Outbound Training Provider
www.trainingsemarang.com
Sumber Artikel
Author: Dutria Bayu Adi / Dutria Bayu Adi