Sebuah Awal di Tengah Perjalanan Panjang

Disaat mendengar kata Awal, maka pertama kali yang terbiersit dalam pikiran kebanyakan orang adalah sebuah permulaan, sebuah titik berangkat ataupun titik tolak dimulainya sesuatu. Maka sebuah kata “Awal” dikonotasikan sebagai sesuatu yang berada pada tahap depan dan permulaan sebuah proses.

Lalu bagaimana dengan Awal yang berada dalam tengah perjalanan Panjang. Apakah letaknya ada di depan?, bukankah juga disebut letak “awal” yang ini ada di tengah.

Jawabannya ada pada istilah ETAPE atau TAHAPAN.

Ya, kata “awal” dalam hal ini adalah sebuah permulaan baru dari sekian Panjang proses yang akan terjadi. Hal ini bisa terjadi dikarenakan adanya kesadaran akan panjangnya proses serta lamanya durasi untuk menyelesaikan sebuah perjalanan. Maka dibagilah menjadi beberapa Etape atau Tahapan.

Pembagian Etape ini dipentingkan untuk menyediakan waktu sejenak untuk rekalibrasi Langkah, resection dan intersection antara peta dan jalur yang telah ditempuh, serta mengetahui letak posisi saat ini berada. Sehingga apabila ada dan terjadi penyimpangan dan kesalahan dalam melakukan Langkah dan keputusan pada etape tersebut, tidaklah besar dampak yang ditimbulkan, setidaknya masih tidak terlalu jauh untuk Kembali, tidak telalu parah untuk diperbaiki dan tidak pula butuh biaya yang besar kalaupun harus diperbaharui.

Maka, hasil dari berhenti sejenak pada akhir etape ini akan menghasilkan feedback, atau lebih nyaman disebut sebagai “hasil sementara”. Yang mana hasil sementara inilah yang kita bandingkan dengan peta besar perjalanan yang telah dan akan kita tempuh dan selesaikan.

Apakah kita terlalu ke kanan, atau sedikit ke kiri, segeralah kita perbaiki. Apakah sumber daya kita ada yang berkurang, maka kita refill dan tambahi lagi. Apakah ada kerusakan, maka kita perbaiki. Dan segala sesuatu upaya dalam rangka persiapan meneruskan perjalanan kedepan lagi, lebih nyaman, mudah dan sesuai dengan keinginan.

Bagaimana dengan kehidupan nyata kita?

Apakah etape itu ada?

Jawabannya “ADA”. Kita sadari atau tidak, kita selalu melewati etape etape itu. Terkadang kita rayakan, terkadang kita tandai dengan prasasti dan barang monumental. Walaupun tak sedikit pula yang melawatkan setiap Batasan etape (Red: pergantian etape) dengan tidak ada apa apa, seperti hari hari biasa saja.

Apa etape etape itu?

Banyak sekali bentuknya, ada yang menjadikan pergantian tahun sebagai etape, maka setiap akhir tahun golongan ini akan Menyusun resolusi awal tahun dalam menyambut tahun baru, mereka setting goal untuk setahun kedepan, mereka akan beli dan punya apa, berapa besar tabungan mereka di rekening, apa merek mobilnya, dimana letak rumah idamannya, hingga sampai sedetail tahun mendatang mereka sudah jadi apa, berjabatan apa dengan penghasilan bulanan berapa. Detail menantang dan menggairahkan untuk diraih.

Bentuk lain dari etape ini juga ada yang berupa perayaan Ulang Tahun diri mereka. Dimana mereka saat berulang tahun, mereka akan mengevaluasi apa saja capaian yang didapatkan, apa saja kesuksesan yag telah diraihnya, hingga apa saja target usia setahun lalu yang telah dicapai. Dan saat berulang tahun ini mereka Kembali menentukan target untuk usia setahun mendatang. Ya.. ulang tahunpun bisa jadi etape kehidupan.

Ada juga yang menjadikan hari anniversary pernikahan mereka menjadi Batasan etape. Setiap merayakan hari Anniversary mereka, pasangan tersebut akan ngobrol bareng untuk sekedar melihat kebelakang, apa saja yang mereka telah jalani dan lalui, capaian apa saja yang telah mereka dapatkan. Dan dengan penuh doa dan optimism, mereka Kembali merancang dan mencanangkan apa saja yang akan mereka lakukan di setahun kedepannya, apa saja yang mereka sepakat hendak miliki dalam kurun setahun kedepannya dan apa saja capaian capaian hidup yang hendak mereka selesaikan pada etape berikutnya. Berkaca pada etape etape yang telah dilalui, mereka memahami apa saja yang perlu diperbaiki, apa saja yang perlu disempurnakan dan apa saja yang perlu lebih diperhatikan sebagai bentuk evaluasi atas apa yang telah lalu demi mempersiapkan apa yang hendak dilalui dan dilakukan.

Dan masih banyak lagi parameter parameter yang dijadikan acuan batas antar etape.

Bagaimana dengan kami, keluarga Travel Schoolers Indonesia?

Kami setidaknya ada dua versi etape yang kami jalankan, Bersama dan beriringan. Satu versi etape adalah etape kami berdua, dimana kami memulai garis start etape ini dahulu pada saat kami pertama kali berkomitmen untuk Bersama, itu berkisar 20 tahun yang lalu. Sedangkan versi etape kedua, adalah etape yang kami basiskan pada usia Sang Jagoan. Kami mulai etape versi kedua saat Sang Jagoan terlahir dan hadir dalam kehidupan kami berdua, berkisar 11 tahunan yang lalu.

Peranan etape ini bagi kami adalah sebuah potongan jalan hidup yang telah dan akan kami lalui. Dengan terpotongnya Panjang jalan hidup itu, memungkinkan kami untuk bisa meng evaluasi dan memeriksa Kembali, apakah jalan yang telah kami lalui sesuai dengan mau dan maksud kami berdua dan bertiga, atau ada sedikit yang melenceng atau menyimpang dari garis lurus rute yang telah kita tetapkan setahun yang lalu. Pahami kekurangan, perbaiki. Syukuri pencapaian, rayakan.

Peran kedua dari pemisahan bermetode etape ini, memungkinkan kami untuk mereset sesuatu yang kami nilai tidak dapat dijalankan / tidak bekerja pada keluarga kami. Maka disaat itulah kami memutuskan untuk mengganti metode / pendekatan lain / cara lain atau jurus lain. Kami mencoba untuk “Konsisten Dalam Tujuan, Fleksibel pada Cara Dan Metode, Persisten dalam Proses”. Dengan mengetahui kekurangan dan penyimpangan maka kami mengetahui apa yang perlu kami perbaiki, bahkan jika perlu, apa ilmu dan keterampilan baru yang harus kami pelajari, kepada siapa kami harus belajar dan kapan memulai pembelajaran tersebut. Harus kami lakukan demi perbaikan di etape selanjutnya.

Sedikit berbeda dengan etape versi kedua, yang berbasis pada Sang Jagoan. Batasan etape yang melekat pada usia beliau, menjadikan setiap etapenya sarat akan pemantauan dan penetapan berbagai kurikulum pembelajaran bagi beliaunya. Dikarenakan Sang Jagoan kami putuskan Bersama untuk tidak bersekolah formal sebagaimana teman sebayanya, maka kami orang tuanyalah yang mengambil tanggungjawab penuh akan ilmu, kompetensi dan kapabilitas yang dimiliki dan kelak akan menjadi keunggulannya dalam menyongsong masa depannya.

Untuk itu, etape versi kedua dalam setiap etapenya, kami isi dengan penambahan subjek pembelajaran ilmu, keterampilan dan kompetensi. Saat usia berapa, beliau harusnya bisa apasaja, bagaimana cara mengajarkannya. Saat beliau di usia berapa targetnya beliau menguasai apa, dan apa saja Langkah Langkah yang harus dijalaninya. Hingga saat usia berapa seharusnya Sang Jagoan sudah bisa beli apa saja dari hasil keringatnya sendiri. Bahasa sederhananya pada usia berapa beliau harus seberapa mandiri dan dewasa.

Apa jadinya jika kita jalani ini semua tanpa ber “etape”?

Jika sampai tahap ini masih tersirat pikir, Mengapa Harus Beretape? Maka disaat itulah otak dan hati kita dengan berupaya mencerna informasi yang sedang kita terima. Itu bagus.

Bagi kami, jika perjalanan panjang ini tidak dibagi bagi dalam sebuah tahapan yang kami sebut sebut etape, maka kami rasa, perjalanan panjang ini akan berasa benar benar panjang dan tak berujung. Tak terbayang kapan kami bisa sejenak, beristirahat pada saat yang tepat. Karena jika kita berhenti dan beristirahat pada waktu yang salah semisal : memilih berhenti / beristirahat disaat pasangan kita atau akan kita sedang asyik asyiknya melalukan perjalanannya, maka hal ini beresiko menghancurkan semarang yang telah ada, dan bisa berpotensi melahirkan kekecewaan.

Tapi jika jelas batas atau potongan etapenya, maka semua tim anggota keluarga, akan memahami bahwa di depan, dan mungkin tidak jauh, adalah titik dimana kita bisa berhenti dan menarik nafas panjang untuk beristirahat, juga untuk mengevaluasi perjalanan yang telah dilalui. Memulihkan energi, mengokohkan asa dan harapan, memperbaiki singkronisasi langkah dalam melaju bersama beriringan. Tidak ada yang jauh di depan dan meninggalkan lainnya, juga tidak ada yang tertinggal jauh di belakang, juga tidak ada yang merasa sendirian di tengah perjalanan. Ini yang alasan pertama mengapa ber etape.

Alasan kedua mengapa beretape adalah untuk meminimalkan dampak kerugian, kerusakan dan kehilangan akibat kesalahan dalam melangkah, kesalahan dalam memutuskan, bahkan menghindari dampak negatif yang semakin besar akibat kesalahan yang terjadi saat melakukan perjalanan. Semakin dini mengetahui penyimpangan, semakin mudah melakukan perbaikannya. Semakin cepat memahami ketidak efektifan metode, semakin cepat kita bisa menggantikannya dengan metode lain yang mungkin lebih efektif. Semakin dini kita paham ilmu kita kurang, semakin jelas dan mendesak untuk kita segera belajar kekurangan itu. Sehingga penyimpangan tidak terjadi berlarut larut, sehingga semakin jauh dari garis tengah rute yang telah kita tentukan.

Guru kami, Pak Dodik dan Bu Septi dari Padepokan Margosari mengajarkan pada kami, “Apabila Keluarga Kita Bertujuan Ke Surganya, Maka Pahami: Bahwa Surganya Itu Aromanya Wangi, Suasanyanya Damai Dan Tentram Serta Bahagia. Seharusnya Semakin Dekat Keluarga Kita Menjadi Keluarga Surgawi Maka Keluarga Kita Seharusnya Semakin Wangi, Semakin Damai, Tentram Dan Bahagia”.

Tentunya jika diketemukan, kian hari keluarga kita kian tidak wangi, kian hari kok kian kalut dan grusah grusuh, kian hari kian mencekam, maka berhentilah sejenak, bertanya dan berfikirlah bersama, “tidakkah keluarga kita semakin menjauh dari Surga”? jika iya. Maka rubah dan sesuaikan lagi arah menuju Surga. Kembali cek peta perjalanan kita, cocokkan dengan apa yang telah kita lalui, temukan dan dapati dimana letak penyimpangan dan kesalahan itu mulai terjadi. Lalu benahi dan jalanlah kembali dengan hasil perbaikan dan koreksi yang ada menuju SurgaNya. (Red: Target dan Goal masing masing keluarga).

Itulah menurut kami arti penting dari memotong motong penjalanan panjang ini menjadi ber etape etape, agar bisa segera sadar jika salah, agar bisa kembali memperbaiki semangat dan bersyukur jika memang telah tepat pada jalanNya.

Ditulis di ruang merenung sepulang obrolan pagi

Meteseh, 1 November 2022. 07.26 WIB.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *